Rusaknya lingkungan hanya akan mewariskan beban sebuah bangsa karena lingkungan yang rusak tidak dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan generasi mendatang. Semakin ironi bila kerusakan lingkungan justru akibat rapuhnya mental para elite politik. Terkait hal itu, Ullrich Fichtner mengajukan relasi antara politik dan lingkungan dalam der Spiegel Agustus 2008 untuk memahami rusaknya lingkungan Cina menjelang olimpiade. Pertama, kepadatan penduduk yang identik dengan produksi sampah yang sangat besar. Kedua, kondisi peraturan lingkungan yang mudah menguap di celah-celah ruwetnya birokrasi. Ketiga, pemilik perusahaan yang lebih senang membayar penalti yang jauh lebih murah ketimbang investasi teknologi ramah lingkungan. Keempat, politikus yang senang gratifikasi ketimbang membuat undang-undang lingkungan yang kuat. Pandangan terakhir kiranya perlu digarisbawahi untuk berbagai kasus perusakan lingkungan di Indonesia. Sebagai contoh, kasus Al Amin dan Azirwan untuk memuluskan perubahan
Wacana dan Analisis Jurnalisme Empatik