Rusaknya lingkungan hanya akan mewariskan beban sebuah bangsa karena lingkungan yang rusak tidak dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan generasi mendatang. Semakin ironi bila kerusakan lingkungan justru akibat rapuhnya mental para elite politik.
Terkait hal itu, Ullrich Fichtner mengajukan relasi antara politik dan lingkungan dalam der Spiegel Agustus 2008 untuk memahami rusaknya lingkungan Cina menjelang olimpiade. Pertama, kepadatan penduduk yang identik dengan produksi sampah yang sangat besar.
Kedua, kondisi peraturan lingkungan yang mudah menguap di celah-celah ruwetnya birokrasi. Ketiga, pemilik perusahaan yang lebih senang membayar penalti yang jauh lebih murah ketimbang investasi teknologi ramah lingkungan. Keempat, politikus yang senang gratifikasi
ketimbang membuat undang-undang lingkungan yang kuat.
Pandangan terakhir kiranya perlu digarisbawahi untuk berbagai kasus perusakan lingkungan di Indonesia. Sebagai contoh, kasus Al Amin dan Azirwan untuk memuluskan perubahan status kawasan hutan lindung Kabupaten Bintan yang mencapai luasan 8.000 hektare adalah fenomena gunung es yang menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan sering diakibatkan kerja sama yang baik antara legislatif dan eksekutif yang merugikan rakyat.
Sebagai ilustrasi, bila satu hektare hutan Kabupaten Bintan minimal menghasilkan satu miliar rupiah, maka sebenarnya penduduk Bintan kehilangan Rp 8 triliun dari hutan mereka. Bila pada 2007 Bintan mengalokasikan Rp 90 miliar untuk anggaran pendidikan, berarti sebenarnya rakyat Bintan telah kehilangan hak pendidikan gratis selama 89 tahun.
Dengan demikian, semakin jelas bila kasus-kasus perusakan lingkungan hidup akibat ulah elite politik semakin mengarah kepada dampak negatif penurunan kualitas pendidikan, sosial, dan ekonomi masyarakat sekitarnya. Padahal, itu hanya untuk kasus hutan, belum termasuk kasus pertambangan, monopoli sumber air, perikanan dan kelautan serta lain-lainnya.
Selain itu, beberapa kasus lingkungan yang diharapkan menjadi titik tolak keberpihakan undang-undang lingkungan, seperti kasus Buyat di Minahasa dan kasus Freeport di Papua, telah berakhir mengecewakan pecinta lingkungan. Hingga kini publik belum menemukan
pernyataan dan kontrak politik dari para caleg tentang kepedulian mereka terhadap lingkungan. Padahal, keberpihakan para caleg pada lingkungan berperan penting karena produk industri nasional harus ditopang keberpihakan pada politik lingkungan yang kuat. Hal
ini karena perubahan-perubahan politik lingkungan yang terjadi di dunia internasional dapat menggoyang ekonomi nasional yang hendak menjadikan pemanfaatan smber daya alam sebagai opsi terbaik.
Sebagai contoh, produk-produk alam Indonesia seperti produk hutan dan laut, akan mudah dijegal di pasar internasional dan dengan mudah dikalahkan Vietnam, Laos, dan Thailand dengan alasan citra keberpihakan lingkungan kita sebagai sebuah bangsa masih rendah.
Apalagi bila secara kasat mata para pembuat undang-udang itulah biang keladi perusakan alam kita.
Kompas politik
Martin Jaenicke (2003) dalam Die Rolle des Nationalstaats in der globalen Umweltpolitik
menyatakan bahwa munculnya sikap kepedulian elite dalam politik lingkungan memiliki alasan kuat. Salah satu di antaranya efeknya pada kompetisi politik internasional sejalan dengan kompetisi ekonomi yang berfungsi menguatkan citra negara.
Jangkauan politik lingkungan menurut tesis Jaenicke dapat meningkatkan citra kredibel negara terhadap pengelolaan administrasi negara, kemampuan riset penemuan material baru, dan penguasaan teknologi tinggi. Hingga pada akhirnya kemampuan mengemas isu
politik lingkungan mempersempit celah pasar internasional menolak produk-produk domestik.
Maka tidak heran bila hingga kini isu lingkungan di Jerman adalah salah satu hal penting dalam konstelasi politik setiap menjelang pemilihan calon anggota Bundestag yang akan dipilih oleh rakyat Jerman tahun 2009 nanti. Berbagai inisiatif dilakukan organisasi
lingkungan melalui diskusi langsung, wawancara terbuka, serta penyebaran angket yang pada ujung angket tertulis: Ihre Meinung dazu ist wichtig und wahlentscheidend! (Jawaban Anda sangat penting dan menentukan nasib pemilu Anda!). Tujuan utamanya selain mendorong kepedulian lingkungan caleg Bundestag juga menyaring politikus bermasalah.
Sebagai contoh, inisiatif dari Green Peace Jerman telah menanyakan lebih dari 800 caleg Bundestag, terutama caleg-caleg berposisi penting saat ini di partai-partai besar seperti CDU/CSU, Gruen (partai hijau), SPD, FDP, dan Linkspartei (partai kiri).
Beberapa jawaban tersebut antara lain dipublikasikan oleh Green Peace Jerman ke masyarakat sebagai Wahlkompas Umweltpolitik (kompas pemilu untuk politik lingkungan) bagi pemilih dalam pemilu 2009. Jawaban tersebut selain sebagai kontrak politik caleg Bundestag juga sekaligus menjadi pendidikan politik calon pemilih terhadap isu lingkungan yang mendesak
harus diselesaikan oleh Jerman di masa depan.
Saringan caleg
Bersamaan dengan momentum pengumuman daftar calon legislator tiap partai menjelang pemilu 2009, akan menjadi sebuah saringan efektif terhadap para politikus bermasalah bila masyarakat, baik diwakili organisasi lingkungan, organisasi keagamaan, atau LSM lainnya mengkritisi rekam jejak para caleg tersebut dalam menyikapi kasus-kasus lingkungan.
Sebagai contoh, ada di antara caleg yang telah mendaftar tersebut pernah terlibat dengan penggundulan hutan kita, tidak acuh dengan pencemaran industri, terlibat gerogotisasi tambang dan sumber daya alam.
Tidak kalah penting, calon pemilih perlu mengetahui apa kesuksesan terbesar yang ingin dibangun para caleg untuk lingkungan dan alam kita sepanjang sejarah kedewanan mereka. Kelengkapan administratif caleg perlu sebagai pertimbangan lolos menjadi caleg, tapi lebih penting lagi bahwa kredibilitas mereka layak dipercaya untuk tidak mengulangi kasus perusakan hutan, pencemaran lingkungan, dan lain sebagainya.
Penulis : Dr Ing Suhendra
Peneliti Material dan Lingkungan di Lembaga Penelitian Material Nasional Jerman
Pegiat Komunitas Wedangjae, tinggal di Jerman.
Artikel ini dimuat di Republika, 28/10/2008 (http://www.republika.co.id/koran/ 24/10301.html)
Komentar
Posting Komentar